15 September 2011

Paradigma Antropologi

Dalam bahasa sederhana paradigma adalah cara pandang, pola pikir, cara berpikir. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Paradigma diartikan sebagai kerangka berpikir. Paradigma mirip dengan kacamata yang Anda pakai. Dengan kacamata hitam, maka semua obyek yang Anda lihat akan berwarna hitam. Dengan kacamata kuda, Anda hanya bisa melihat obyek yang ada di depan Anda.
Anda tidak akan bisa mengamati wanita cantik yang ada di samping Anda, kecuali dengan menggeser pandangan Anda. Paradigma akan memengaruhi cara pandang Anda dalam melihat realitas dan bagaimana cara Anda menyikapinya. Ilmuwan sosial Thomas S Kuhn, orang yang kali pertama menggunakan konsep paradigma, melalui buku Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda mengungkapkan paradigma bukan saja bersifat kognitif tapi juga normatif. Paradigma bukan saja memengaruhi cara berpikir kita tentang realitas, tetapi juga mengatur cara mendekati dan bertindak atas realitas. Dalam sejarah perkembangan antropologi diwarnai oleh divegensi teori yang semakin meningkat, dan pola tesebut nampaknya teus berlangsung. Tiadak ada kesepakatan tentang berapa jumlah paradigma dalam antropologi masa kini. Berikut adalah beberapa contoh paradigma antropologi (Achmad fedyani 2005: 63-66) Evolusionisme klasik paradigma ini beupaya menelusuri perkembangan kebudayaan sejak yang paling awal, asal usul primitf, hingga yang paling mutakhir, bentuk yang paling kompleks. Difusionisme paradigma ini berupaya menjelaskan kesaman-kesaman diantara bebagai kebudayaan. Kesamaan tersebut terjadi karena adanya kontak-kontak kebudayaan. Partikularisme paradigma ini memusatkan perhatian pada pengumpulan data etnogafi dan deskipsi mengenai kebudayaan tertentu. Struktural-Fungsionalisme paradigma ini berasumsi bahwa komponen-komponen system sosial, seperti halnya bagian-bagian tubuh suatu organism, befungsi memelihara integritas dan stabilitas keseluruhan sisitem Antropologi Pisikologi mengekspresikan dirinya kedalam tiga hal besar : hubungan antara kebudayaan manusia dan hakikat manusia, hubungan antara kebudayaan dan individu, dan hubungan antara kebudayaan dan kepribadian khas masyarakat. Strukturalisme adalah strtegi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia-yakni, struktur dari poses pikiran manusia-yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas budaya. Materalisme Dialektik paradigma ini berupaya menjelaskan alas an-alasan terjadinya perubahan dan perkembangan system sosial budaya. Cultural Materialisme paradigma ini berupaya menjelaskan sebab-sebab kesamaan dan pebedaan sosial budaya. Etnosains paadigma ini juga disebut “etnografi bau”. Perspektif teoritis mendasar dari paradigma tersebut yerkandung dalam konsep analisis kompensional, yang mengemukakan komponen kategori-kategori kebudayaan dapat dianalisis dalam konteksnya sendiriuntuk melihat bagaimana kebudayaan menstrukturkan lapangan kognisis. Antropologi Simbolik paradigma ini dibangun atas dasar bahwa manusia adalah hewan pencai makna, dan berupaya mengungkapkan cara-cara simbolik dimana manusia secara individual, dan kelompok-kelompok kebudayan dari manusia, memberikan makna kepada kehidupannya. Sosiobilogi paradigma ini berusaha menerapkan prinsip-prinsip evolosi biologi terhadap fenomena sosial dan menggunakan pendekatan dan program genetika untuk meneliti banyak prilaku kebudayaan. Dalam paradigma Antropologi, dikenal pendekatan hermeneutik untuk menganalisis suatu data, peneliti menempatkan objek penelitian sebagai “teks” yang harus dibaca lalu ditafsirkan. Menafsirkan berarti kita menerangkan (to clarify), memahami, memaknai objek yang diteliti. Tafsir disini merupakan interpretasi yang diberikan oleh penelti dimana dia tidak hanya sekedar menerangkan, tetapi jauh menembus ke dalam ia mengupas dan menguraikan makna yang tersirat di balik sebuah “teks” tadi. Makna yang ditafsirkan harus sesuai dengan data yang terkumpul, sehingga mampu menghasilkan pemaknaan yang logis dan masuk akal. Penelitian Antropologi cenderung mengembangkan metode penelitian yang bersifat penelitian intensif dan mendalam. Ia hanya mengkhususkan kepada suatu unsur tertentu saja dari objek yang diteliti, dalam hal ini adalah masyarakat.
Sumber: http://mastarmudi.blogspot.com/2011/03/paradigma-antropologi.html
Selanjutnya ...

11 November 2009

POTENSI ARANG TEMPURUNG KELAPA


ARANG TEMPURUNG KELAPA
(COCONUT SHELL CHARCOAL)

Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Luas areal
tanaman kelapa pada tahun 2000 mencapai 3,76 juta ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa yang sebagian besar (95 %) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.


Pemanfaatan buah kelapa umumnya hanya daging buahnya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk keperluan rumah tangga, sedangkan hasil sampingan lainnya seperti tempurung kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Bobot tempurung mencapai 12% dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 672 ribu ton tempurung yang ihasilkan. Potensi produksi tempurung yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu produk yang dibuat dari tempurung kelapa adalah pembuatan arang tempurung yang pada proses selanjutnya akan dapat diolah menjadi arang aktif. Jadi arang tempurung merupakan bahan baku untuk industri arang aktif. Pembuatan arang tempurung ini belum banyak yang melakukannya, padahal potensi bahan baku, penggunaan dan potensi pasar cukup besar. Dari aspek teknologi, pengolahan arang tempurung kelapa relatif masih sederhana dan dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang belum memenuhi persyaratan merupakan kendala dan masalah dalam pengembangan usaha indusiri pengolahan tempurung kelapa.

PRODUKSI
Tempurung kelapa yang dikumpulkan dari pasar/petani kelapa diletakkan berlapis-lapis mulai
dari dasar tanur. Lapisan pertama pada dasar tersebut disiram minyak tanah dan dibakar sehingga menyala dan kemudian diatas nyala tersebut ditumpukkan lagi tempurung kelapa sehingga tanur tersebut penuh dan dibiarkan selama tujuh jam. Setelah tujuh jam hampir seluruh tempurung terbakar, tanur kemudian ditutup sehingga kedap udara selama 12 jam saat proses pengaranganberlangsung. Keesokan paginya tutup tanur dibuka, kemudian arang dibongkar dari tanur dan dimasukkan ke dalam karung plastik dan dikirim ke pabrik arang aktif. Rendemen arang tempurung kelapa adalah 40 persen dari tempurung kelapa.


PERMINTAAN LUAR NEGERI DIANTARANYA:


3J&J PHARMA PTE LTD (SHELL CARBON DIVISION)
Permintaan :
Arang Kelapa (CoconutShell charcoal)
- SPec:Allgrades
- Sale condition: FOB
- Packing: Bulk
- Origin: Sumaha, lndonesia
Kontak :
Mr. Jeremy Ling
Atamat :
105 Cecil Sfeet #10{2A, Singapore 069534
Tel/Far :
65 6372 fisZ 65 6560 5581
Mobile :
65 962() 5581


BEUING FENGSHOU INT’L TRADING CO. LTD
Permintaan :
Arang Kelapa (Coconut Shell charcoal)
- Spec: 600 Celsius carbonized;
Coconut shell charcoal granule;
Size:44 mesh;
Volatile matter:8 15%;
Ash:3%; Moisture:
- Sale condition: CIF Xingang China
- Price: USD 180 per ton
- Payment: L/C
: Ms kahty hu
: No.1 Liupukang Str. Xicheng District,
Be'rjing, China
Tel/Fax :
86 10 820352031 86 10 82035201


BIOCARBON THEC' CO., LTD.
Permintaan :
Arang Kelapa (Coconut Shell charcoal)
- Spec: Mesh 3x6, 4x8, 6x20
screen pass 95%; Moisture contenl
15% Max;Ash- 5% Max
- Sale condition: FOB
- Packing: 500kgs Jumbo bag
- Origin: lndonesia
kontak:
Mr. Yoon-gil, Shim
Alamat:
25-304,D-Block 604-l,KuroBon-dong,
Kuro-ku,Seoul-Korea. Seoul 1 52-7 23
Tel/Fax :
82-2-2068-2230 I 82-2-2238-7 689



EXCEL GROUP.

Permintaan :
Arang Kayu (Wood Charcoal)
- Spec: all grade
- Sale condition: FOB
- Packing: bulk
- Origin:worldwide
Kontak:
Mr. Dr. Hussam ElZallal
Alamat:
Dabbous, St. Fares, Al - Dadous Building,
2Nd Floor - Office # 22, AlFahaheel,
Ku, Kuwait-64013
Tel/Fax :
965-391-12231965-392-9490


GALAXY AND PLANET CORPORATION.

Permintaan:
Arang Kelapa (Coconut Shell charcoal)
- Spec:All grades
- Sale condition: CIF Korea
- Packing: Bulk
- Origin: lndonesia

Kontak:
MrYoon-gil, Shim

Alamat:
Room #914FlL9th, WooilTown Bldg,
Heungin-dong Jung-Ku
Seoul 100430 Korea

Tel/Fax:
82 - 2 - 223247461 22528360


HYUNDAE CHARCOAL CO., LTD.
Permintaan :
Arang Kelapa (Coconut Shell charcoal) &
Arang Kayu (Wood Charcoal)
- Spec: Moisture Content: 5-8% max;
- Ash : 5-10% ; Volatile Matter : 15-18%
Fixed Carbon :80% min;
Foreign Matter and lmpurities : None
Size : 3x5, 2x4, 4x8, 5x10, 8x10 and others
- Sale condition: FOB
- Packing: Bulk
- Origin: lndonesia
Kontak:
Mr. Ryu, Chang Ha
Alamat:
18-4, Tongheo-Dong Tonghae-Shi,
Kangwon-Do Korea 200-701
Tel/Fax:
82-033-521-9127/ 82-03 3-521 -329 3


TARIEMCO MPORT.EXPORT
Permintaan:
Arang Kayu (Wood Charcoal)
- Spec: hard wood from trees
called "gazwarina"
- Sale condition: CNF Egypt
- Packing: bulk
- Origin:worldwide
Kontak:
Mr. MrAlbertSeffien
Alamat:
15 DrAli lbrahiem Ramz St. Heliopolies Code
11351 Cairo, Helliopolis,
Tel/Fax:
20 2 6371321t 20 2 6348215
Mobile:
0201 0681 5857


NANNING LONGRIVER CONSULTING CO. LTD
Permintaan :
Arang Kelapa (CoconutShe// charcoat) &
Arang Kayu (Wood Charcoal)
- Spec:All grades
- Sale condition: FOB & CIF China
- Packing: Bulk
- Origin. lndonesia
Kontak:
Mr. Delong Lee
Alamat:
Gucheng Rd No.9, Nanning , Guangxi
( China )530022
Telp/fax:
86771 28124041 8G771 2812404
Mobile:65 9620 5581

OCEAN GLORY INTERNATIONAL LTD.

Permintaan:
Arang Kelapa ((Coconut Shell charcoat) &
Sabut kelapa (Coco Fiber)
- Spec:All grades
- Sale condition: CIF China
- Packing: bulk & bale
- Payment: L/C
Kontak:
Ms Xie Wenqi
Alamat:
Lianqian West Road,
Xiamen, Fujian, China
Tel/fax:
86 0592 51692841 86 0592 5105053

Selanjutnya ...

10 November 2009

Revisi Luas Hutan Urgen


Untuk Kepastian Tata Ruang Kawasan Hutan Sumut

Luas wilayah hutan di Sumut terus menyusut akibat perubahan fungsi dan perambahan kawasan hutan hilang. Karena itu, penetapan revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 44 Tahun 2005 tentang luas hutan di Sumatera Utara, sangat
mendesak atau urgen agar ada kepastian luas hutan.


Berdasarkan data dan menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumut mencapai 3.742.120 hektar (ha), terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 hektar, Hutan Lindung 1.297.330 hektar, Hutan Produksi Terbatas 879.270 hektar, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 hektar dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 hektar.

Namun angka ini sifatnya secara dejure saja. Sebab secara defacto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000 hektar lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 hektar untuk areal perkebunan dan 42.900 hektar untuk areal transmigrasi.
Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU) meminta Gubernur Syamsul Arifin tidak mengulur-ulur waktu penandatanganan rekomendasi usulan SK Menhut 44/2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara. Pasalnya, perubahan status kawasan hutan yang baru sangat dibutuhkan dalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten untuk masa 20 tahun ke depan, sehingga ada kepastian hukum dan keadilan dalam pemanfaatan ruang.

Pengurus APTRSU Eka Rianta mengatakan, usulan revisi kawasan hutan di Sumatera Utara sebenarnya sudah selesai dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten setelah melalui proses konsultasi publik secara intensif dan transparan, termasuk melibatkan APTRSU sebagai representatif masyarakat. APTRSU adalah aliansi sejumlah NGO dan individu yang perduli dengan persoalan tata ruang.
Sekretaris Jenderal Komunitas Peduli Hutan Sumutara Utara (KPHSU), Jimmy Panjaitan menyampaikan, jumlah penurunan luas hutan ini diakibatkan banyaknya hutan di Sumut mengalami kerusakan. Luas hutan yang ada di Sumut ini berkurang diakibatkan mulai adanya garapan yang dilakukan pelaku illegal loging, pembukaan perkebunan dan adanya pemekaran wilayah.

Hal inilah yang perlu diantisipasi, bila tidak paparnya efeknya sangat besar kepada persoalan bencana banjir bandang yang ada di Sumut. Bila beberapa waktu lalu berefek kepada banjir bandang Madina, bisa jadi akan ada wilayah lainnya di Sumut.
“Kita meminta agar persoalan luas hutan yang sudah banyak rusak ini ditinjau ulang, sehingga kawasan hutan ini bisa membaik,” bilangnya beberapa waktu lalu.

Secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut, Syahrul Ismail menyampaikan persoalan kerusakan hutan ini sebenarnya sudah dilakukan secara terang-terangan di wilayah pantai barat, tapi sulit diungkap penegak hukum.
WALHI mendesak kepada Menteri Kehutanan yang baru ini agar melihat langsung kondisi kerusakan hutan yang terjadi di Sumut. “Hutan di Sumut butuh perhatian Pemerintah Pusat, karena persoalannya sudah mengakar dan kerusakannya semakin parah,” bilangnya.
Revisi kawasan hutan itu diperlukan mengingat SK Menhut No 44/2005 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara seluas 3.742.120 hektare menimbulkan perselisihan serta rawan konflik tata ruang. Rakyat yang sudah bermukim di kawasan hutan juga terancam diusir, tetapi kerusakan hutan akibat konsesi terus berlanjut.
Sumber: Sumut Pos, 2 Nop 2009

Selanjutnya ...

27 October 2009

Radio Komunitas Mitra FM; Dari Suara Hati Sampai Aksi Peduli


Radio yang dikelola langsung oleh mayarakat ternyata mampu memberi dampak poitif perubahan yang begitu luas bagi pengembangan kapasitas dan kebersamaan kelompok mayarakat itu sendiri ............

Siang cukup panas, debu mengangkasa dari jalan yang sebahagian belum selesai di aspal. Para petani yang sudah selesai mengurus sawah ladangnya kemudian melanjutkan tugas mencari rumput untuk pakan ternak. Tetapi berbeda dengan pak Yatimin yang biasa dipanggil Iwan. Pria berusia 47 tahun ini memacu sepeda motornya menuju sebuah rumah dipinggir jalan. Rumah asri dengan halaman yang cukup luas. Didepannya berdiri Tiang yang cukup tinggi, Tiang Pemancar Radio rupanya.

“Saya mau siaran dulu, nanti sore setelah selesai siaran baru cari rumputnya” ujar Pak Iwan dengan senyumnya yang khas.

Di dusun Tanjung Anom, Desa Tandem Hilir II Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang inilah tempat stasiun radio Mitra didirikan. Sebuah radio komunitas yang telah aktif mengudara semenjak tahun 2006 yang lalu. Radio ini berdiri atas prakarsa masyarakat bersama dengan Yayasan Bitra Indonesia yang melihat komunikasi antar warga yang sebahagian besarnya petani sebagai sebuah media perubahan yang baik sekaligus media efektif penyalur informasi mengenai hal-hal perkembangan dan isu-isu terkini pertanian.

Sarana Pengembangan Diri

Lir ilir tandure wes semilir, Ijo royo royo tak sengguh penganten anyar (lir ilir tanamannya sudah mulai hidup, warnanya hijau menghampar). Lagu Ilir dan Shalawat Badar yang dinyanyikan dalam bahasa jawa langsung mengudara sampai ke radio-radio ketika Pak Iwan dengan piawai memulai aksinya sebagai penyiar. Ia terlihat tidak canggung lagi membawakan acara campur sari yang sudah tiga tahun lebih dibawakannya. Meskipun tidak memiliki latar belakang pendidikan penyiaran, tetapi Pak Iwan dan dua puluh lima orang penyiar aktif lainnya tak kalah piawainya jika dibandingkan dengan penyiar kawakan lainnya. Pengalaman memang guru yang paling baik.

“Tiga bulan setelah radio jalan, saya dipanggil kawan-kawan untuk ikut jadi penyiar di radio ini. Awalnya saya gugup tapi lama kelamaan saya terbiasa dan sangat menyenangi kegiatan ini”

Pak Iwan mengakui sangat bersyukur dengan kehadiran radio ini. Semenjak bergabung, ia merasakan perubahan positif dan kemajuan dalam dirinya. Tetapi yang lebih membuat dirinya mencintai kegiatan sebagai penyiar di radio komunitas ini adalah dirinya bisa ikut terlibat aktif dalam hal menyampaikan informasi-informasi yang berguna bagi petani. Pak Iwan mengaku sering mendengar dan menyampaikan keluhan petani mengenai pupuk yang semakin susah didapat dan harganya yang semakin tinggi lalu menjadikannya sebagai topik pembahasan untuk menemukan solusinya.

Bagi pak Iwan, menjadi penyiar di Radio bukanlah untuk mencari penghasilan tetapi lebih kepada bentuk pengabdiannya bagi perubahan masyarakat.

“Saya sehari-harinya bekerja sebagai buruh tani. Jadi untuk memenuhi kebutuhan dasar saya dan keluarga saya ya dari hasil sebagai buruh tani itu. Di radio Mitra ini, saya Cuma dapat pengganti transport saja yang uang nya berasal dari pembelian kupon. Tetapi saya tetap mencintai kegiatan saya sebagai penyiar radio di sini karena di Mitra ini saya dapat lebih mengembangkan diri saya selain saya jadi punya banyak kawan dan saudara serta bisa ikut menyebarkan informasi-informasi yang berguna bagi masyarakat” tutur pak Iwan, roman bahagia terpancar di wajahnya.

hal senada juga di utarakan Arum, salah seorang penyiar wanita yang ada di radio itu. Meskipun baru tiga bulan menjadi penyiar, Arum mengaku sangat senang dan telah merasakan manfaat positif atas kehadiran radio ini.

“Jadi penyiar itu gak ada sedihnya, senang terus. Semenjak jadi penyiar teman saya jadi makin banyak” ujar Arum yang semenjak menjadi penyiar di Mitra langsung di percaya untuk membawakan siaran di radio Pemda Stabat.


Radio untuk Bersama

Sambutan baik akan kehadiran radio ini tidak hanya datang dari penyiar saja, tetapi juga dari masyarakat pendengar. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya jumlah anggota dan fans yang tersebar di tujuh wilayah; langkat, stabat, secanggang, labuhan deli, wampu, hinai dan binjai utara. Saat ini jumlah anggota radio yang disebut dengan foker sudah mencapai tiga ratus orang lebih. Foker ini bukan saja sekedar anggota tetapi juga merupakan pemegang saham radio.

Menjadi anggota foker sekaligus pemegang saham radio ini pun tidak sulit, kita tinggal menggabungkan diri kedalam kelompok-kelompok foker yang sudah ada atau jika belum ada kelompok foker di daerah kita, kita bisa membentuknya lalu mendaftarkannya ke radio. Tabungan saham perbulannya yang menjadi kewajiban anggota foker pun tidak mahal, hanya seribu rupiah setiap bulannya.

Selain menjadi pemegang saham sekaligus pemilik radio, keuntungan lain yang didapat oleh anggota foker adalah pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas diri yang sering diselenggarakan oleh radio maupun Yayasan Bitra Indonesiapun bisa diikuti.

Pertemuan bulanan antara anggota foker dan fans lainnya yang sering disebut dengan kopi darat juga menjadi sebuah momen tersendiri. Pertemuan ini di adakan satu bulan sekali. pada kesempatan inilah antar anggota dan fans yang biasanya bertegur sapa lewat udara bisa bertatap muka langsung. Pada pertemuan ini juga dilakukan muyawarah untuk membahas perkembangan dan perencanaan mengenai radio kedepannya.

Saling Peduli Saling Berbagi

Berpadu dalam kata, bersatu dalam kerja bersama meraih cita. Kalimat yang terpampang di ruang siaran itu menggambarkan bahwa kehadiran radio komunitas ini tidak hanya untuk saling bertegur sapa dan bertukar informasi, tetapi juga untuk meningkatkan solidaritas terhadap persoalan-persoalan sosial di ruang lingkup masyarakat pendengarnya.

“Kita tidak hanya fokus pada penyiaran saja, tetapi kita juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Misalnya, waktu itu ada salah seorang fans kita yang rumahnya terbakar, kita langsung siarkan di radio dan langsung semua pendengar dan anggota foker menggalang bantuan dan datang membantu. Pernah juga ada kejadian angin ribut yang menghancurkan rumah fans, kita juga respon dengan cepat ” ungkap Tohir seorang pengurus radio.

Kini, Radio Komunitas Mitra telah memiliki program dompet peduli yang aktif untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. Penggalangan dompet peduli ini dilakukan setiap satu bulan sekali saat pertemuan bulanan seluruh masyarakat pendengar dilakukan. Dompet peduli ini kemudian dibagi kedalam lima peruntukan yaitu; bencana alam, sumbangan anak yatim, pembangunan rumah ibadah, tabungan kas dan untuk membantu swadaya pertemuan yang dikeluarkan oleh tuan rumah penyelenggara pertemuan. Tetapi biasanya menurut Tohir, Tuan rumah penyelenggara mengembalikan kembali uang itu untuk ditabung di kas, guna sumbangan sosial apabila ada anggota yang mendapat kemalangan, sakit maupun melahirkan.

Tidak hanya berhenti pada kegiatan-kegiatan sosial yang sudah rutin dilakukan, anggota kelompok radio ini juga aktif dalam kegiatan-kegiatan yang menitik beratkan pada perubahan pola pikir untuk ikut mencintai dan menjaga lingkungan. Berbekal pengalaman dan ilmu yang didapat dari pelatihan-pelatihan yang sering diadakan oleh Pengurus Radio maupun Yayasan Bitra Indonesia, anggota kelompok juga aktif dalam melakukan kampanye pengolahan lahan pertanian yang selaras dengan alam dan kesehatan alternatif yang menggunakan ramuan-ramuan tanaman obat tradisional.

Dalam waktu dekat ini, pengurus radio juga merencanaklan akan melakukan aksi penghijauan dengan menanam dua puluh ribu pohon mahoni dan tanaman obat. Untuk itu seluruh anggota dan masyarakat pendengar yang ikut berpartiipasi sudah mulai melakukan pembibitan yang kemudian akan disumbangkan untuk acara penghijauan nantinya.

Berpadu dalam kata, bersatu dalam kerja bersama meraih cita. semangat untuk menuju perubahan kearah yang lebih baik dari segala sisi menjadi deru nafas aktivitas radio yang dikelola langsung oleh kelompok mayarakat ini. Pengalaman memberikan mereka keahlian tersendiri untuk bisa mengembangkan sebuah radio sehingga bisa menghasilkan perubahan positif yang nyata. Tak hanya di desa Tandem Hilir II ini saja Yayasan Bitra Indonesia terlibat aktif dalam memberikan ruang dan kesempatan bagi kelompok masyarakat untuk bisa mengembangkan radio komunitas. Di beberapa desa lainpun Yayasan Bitra Indonesia telah berhasil menciptakan hal serupa.

Sore menjelang, Pak Iwan keluar dari ruang siaran. Dengan senyum bahagia ia langsung menuju sepeda motornya; “Saya mau ngarit rumput untuk pakan ternak dulu” ujarnya, suka cita tergambar jelas di raut wajahnya. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia. Lantunan lagu masih terdengar dari dalam ruang siaran, mbak Arum melanjutkan siaran sambil membacakan pesan-pean yang masuk lewat kertas kupon dan isi pesan di ponselnya. Lir ilir tandure wes semilir, Ijo royo royo tak sengguh penganten anyar (lir ilir tanamannya sudah mulai hidup, warnanya hijau menghampar) lagu lir Ilir dan shalawat badar kembali mengudara di sore yang cerah itu.
(Teddy Wahyudi Pasaribu)
Selanjutnya ...

Pulau Gambar; Perseteruan Sunyi Model Pertanian


Revolusi hijau telah memperkenalkan model pertanian modern yang serba instant dan sarat dengan produk kimia yang pada akhrinya memenjarakan petani kedalam sebuah bentuk ketergantungan dan biaya produksi yang melangit, sementara semenjak dulu nenek moyang kita telah belajar dari alam tentang model pertanian yang menghargai dan selaras dengan alam.

Bertandanglah kepulau gambar. Nama dari sebuah desa yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Serdang Bedagai. Lintasilah ruas jalan desanya yang kecil dan belum beraspal. Di kedua sisi jalan itu, ada lautan sawah yang sebahagian padinya mulai menguning dan rumah-rumah bersahaja di jaga pepohonan. Menegaskan secara kasat mata bahwa desa ini adalah desa yang masih berdamai dengan alam.
Sekilas memang desa ini tampak biasa; Petani yang kebanyakan lelaki menjerang keringat di ladang dan persawahan, truk hilir mudik mengangkat hasil panen dan anak-anak sibuk dengan sekolahnya. Tetapi jika diamati lebih dalam, akan terlihat nuansa perseteruan antara kearifan lokal model pertanian tradisional yang kini semakin memudar dengan menjamurnya modernitas pola pertanian akibat dari gempuran revolusi hijau.
“saya sudah hampir sepuluh tahun menanam cabai. Dan kendala yang paling saya rasakan kalau pupuk lagi langka di pasaran, apalagi sekarang pupuk makin mahal dan susah untuk mendapatkan yang bersubsidi.” Ungkap Ponijo, salah seorang petani di desa itu yang menggantungkan hidupnya dari hasil panen setengah hektar ladang cabainya.
Langka dan mahalnya pupuk di pasaran membuat para petani kalang kabut memikirkan nasib sawah ladangnya yang (menurut sebahagian besar petani) takkan mungkin bisa menuai panen apabila tanaman dan tanah mereka tak diberi makan pupuk pabrikan. Ini merupakan salah satu gambaran nyata akibat dari pola pertanian modern yang pada akhirnya membuat petani kehilangan kemampuannya untuk mengatasi persoalan pertaniannya dengan menggunakan potensi lokal yang ada. Akibatnya, biaya selama proses tanam yang harus dikeluarkan petani semakin besar dan meningkat setiap tahunnya. Seperti yang dialami oleh Ponijo
“Sekarang ini semakin sulit, untuk setengah hektar ladang cabe saya itu modalnya kalau lima juta saja masih kurang; untuk beli bibit unggulnya, buat bedengannya. Belum lagi untuk plastik pembungkusnya. Tapi yang paling banyak makan biaya itu ya beli pupuk untuk perawatannya semisal HCL, P 36, CSP, NPK nya.”
Persoalan lain yang kemudian mencuat adalah mengenai jatuhnya harga jual hasil panen, sehingga tak jarang petani mengalami kerugian. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah pola pertanian modern yang menerapkan model kawasan monokultur, dimana petani-petani di musim yang sama menanam jenis tanaman yang sama sehingga ketika musim panen-yang biasa disebut dengan panen raya komoditas, jumlah produk hasil panen melimpah. Akhirnya harga jualnya pun terjun bebas.

Nenek Yang Masih Bertahan
Diantara hiruk pikuk keluh kesah mahalnya pupuk pabrikan, Nek Sarkinem, begitu biasanya perempuan usia 54 tahun ini disapa. Tanpa beban mengayunkan cangkul di bedengan tanaman ubi jalarnya. Nek Sarkinem mengaku semenjak kecil ia sudah tinggal di desa ini bersama dengan neneknya. Menurut pemaparan Nek Sarkinem, dulu di desa ini petaninya tidak kenal sama yang namanya pupuk-pupuk pabrikan. soalnya-masih menurut nek Sarkinem, tanah di desa ini dulu sangat subur sekali. Nek sarkinem semenjak kecil ikut kakek neneknya bercocok tanam di desa ini dan mereka tidak memakai “pupuk beli” istilah nek Sarkinem untuk pupuk kimia pabrikan. tetapi menurutnya, hasil panennya tak kalah bagusnya dengan hasil panen sekarang yang kebanyakan sudah memakai pupuk beli itu tadi.
“Dulu waktu baru pertama kali pindah ke kampung ini, tanahnya masih sangat subur sekali . kakek nenek saya dulu nggak pernah pakai pupuk-pupuk beli kayak sekarang. Hasil panennya bagus-bagus. Malah lebih bagus dari yang sekarang ini. dulu sawah kami itu nggak pakai di semprot-semprot racun kayak sekarang ini, tapi hasil panennya tetap bagus-bagus dan segar” tutur nek Sarkinem sambil sesekali menyeka keringat di keningnya yang berkerut.
Meski tubuhnya telah ditaklukkan usia, tetapi semangat bercocok tanam tak pernah hilang dari kehidupannya. Di usia senjanya ini ia menyulap lahan sempit perkarangan rumahnya menjadi kebun-kebun padat tanaman. Di halaman depan rumahnya ada tiga bedengan ubi jalar yang masing-masing panjang bedengannya sekitar tiga meter.
Beberapa senti dari bedengannya, pohon-pohon terung mulai tumbuh. Belum lagi jajaran pohon pisang banten sebagai batas halamannya dengan parit. Disamping rumahnya, Nek sarkinem membangun apotik hidup; temulawak hidup makmur dilahan sempit itu. Di belakang rumahnya, ia menanam ratusan batang bayam. Nek sarkinem mengaku ia tak pernah memakai pupuk beli untuk merawat tetanamannya itu. Ia bisa membuat pupuknya sendiri. Nek sarkinem menggunakan Sisa jerami padi yang diendapkannya di kolong kandang kambingnya. Jerami-jerami padi itu kemudian menyatu dengan kotoran kambing. Setelah beberapa hari campuran itu kembali berbentuk seperti tanah.
Nah inilah asupan nutrisi yang di suguhkan Nek Sarkinem untuk tanamannya. Hasilnya, tanamannya tumbuh subur. Pengetahuan tentang membuat kompos ini didapat nek Sarkinem dari kakek neneknya dulu. Menurut nek Sarkinem, petani dulu tidak membakar jerami padinya seperti yang sering dilakukan petani jaman sekarang. Mereka mengolah jerami padi itu menjadi kompos untuk meningkatkan kesuburan tanah mereka. Selain itu nek Sarkinem juga menerangkan kalau kebiasaan menanam beberapa jenis tanaman di satu lahan juga didapatnya dari kebiasaan kakek-neneknya dulu.
Orang-orang dulu sering menyebutnya dengan nama tumpang sari. Selain itu, ia bercerita kalau petani-petani dulu tidak menanam jenis tanaman secara seragam. Masing-masing petani menanam jenis tanaman yang berbeda sesuai dengan hasil musyawarah para petani di kampung itu. Sehingga setiap panen, jenis tanamannya beragam, jadi harganya tidak turun karena persaingan harga. Dan hasil panenpun tidak semuanya dijual, sebahagian disimpan di dalam lumbung untuk kebutuhan sehari-hari. Dan para petani dulu masih sering bertukar hasil panen.
Tapi kini semuanya berubah, ketika panen tiba para petani mulai dijalari rasa khawatir kalau-kalau hasil panennya tidak habis terjual sebab hasil panen sekarang ini lebih cepat busuk kalau tidak diberi pengawet. Akibatnya banyak petani yang hasil panennya seragam pasrah dengan harga yang ditentukan oleh para pemborong dan tengkulak..
Meskipun tak lagi bercocok tanam di lahan yang luas seperti dulu, Nek Sarkinem tetap saja menumpahkan hasrat bercocok tanamnya di lahan sempit perkarangan rumah dan tetap menjaga tatacara bertani yang diajarkan kakek-neneknya dulu. Sebab ia meyakini bahwa cara bertani model dulu lebih mudah, murah dan menghargai alam.
(Teddy Wahyudi Pasaribu)
Selanjutnya ...

17 July 2009

Kompetisi Foto Pendidikan


Thema: "Wajah Pendidikan Indonesia"

SYARAT & KETENTUAN:

1. KATEGORI : Kompetisi ini terbagi menjadi 3 Kategori, sbb:
A. Sekolah Menengah (SM)
B. Perguruan Tinggi (PT)
C. Umum (UM)

2. Foto yang dikirimkan adalah hasil karya sendiri, bukan hasil rekayasa dan reproduksi.

3. BATAS AKHIR PENGIRIMAN : Batas akhir pengiriman foto dilakukan pada 30 Oktober 2009, pukul 23:00 WIB.

4. PERIODE PENGAMBILAN FOTO : Foto yang diikutsertakan dalam lomba harus diambil dalam periode waktu 1 Juli 2008 - 10 Oktober 2009.

5. JUMLAH FOTO : Setiap peserta berhak mengirimkan maksimal 5 foto.

6. FORMAT FOTO : Foto yang dikirimkan wajib mengikuti format yang telah ditetapkan sbb:
a. Sisi terpanjang minimal 1024 pixel
b. Resolusi minimal 72 dpi
c. Save file dalam format JPG (Compression 10)

7. EDITING FOTO : Editing foto hanya di perbolehkan sebatas Basic Editing (dalam photoshop brightness/contrast, levels, hue/saturation, Cropping tidak diijinkan lebih dari 30% foto asli)

8. PENAMAAN FILE : Penamaan file wajib mengikuti aturan penamaan sbb:
(tanggal pengiriman file)_(nama pengirim)_(kategori: kode SM; PT; U)_(nomor foto, sesuai jumlah foto yang dikirimkan)

Contoh untuk masing-masing kategori sbb:

a. Kategori Sekolah Menengah : 22072009_hariyanto_SM_01

b. Kategori Perguruan Tinggi : 25082009_Irwanto_PT_01

c. Kategori Umum : 21052009_Rianti_UM_01

9. Foto yang diikutsertakan dalam kompetisi ini belum pernah diikutsertakan dalam kompetisi foto lain.

10. PENGIRIMAN FOTO : Foto dikirimkan dalam bentuk digital ke: satuhatifoto01@yahoo.com;

Peserta WAJIB menyertakan :
a. Nama pengirim
b. Kategori
c. Usia
d. Alamat Rumah
e. Nomor Telepon
f. Cerita singkat mengenai foto yang dibuat
g. CAPTION (When, Where, Who, Why, What, How)
h. Exif (data dari kamera), yang berisi informasi :
* jenis / tipe kamera yang digunakan
* diafragma
* shutter speed
* jenis lensa (optional)
* story behind the scene (sedikit cerita mengenai foto)
* software yang digunakan untuk editing (jika di edit)
* serta informasi lain jika ada.

9. Hak Cipta merupakan milik fotografer. Namun dengan mengikuti kompetisi foto ini, fotografer memberikan izin bagi Pocari Sweat untuk menggunakan hasil foto dalam publikasi dan website.

10. Keputusan dewan juri adalah mutlak.

11. DISKUALIFIKASI FOTO PESERTA : Foto yang tidak mengikuti syarat dan ketentuan diatas dinyatakan diskualifikasi.

12. Keterangan dan Informasi lebih lanjut Hubungi:
(021) 5812088 Ext. 1352, Email: nita@mediaindonesia.com

13. HADIAH:

A. Sekolah Menengah
Juara I : Rp 2.500.000
Juara II : Rp 1.500.000
Juara III : Rp 1.000.000

B. Perguruan Tinggi
Juara I : Rp 5.000.000
Juara II : Rp 3.000.000
Juara III : Rp 2.000.000

C. Umum
Juara I : Rp 5.000.000
Juara II : Rp 3.000.000
Juara III : Rp 2.000.000

14. Profil Juri: (TBA)

15. Perjanjian Penyelenggara dan Peserta Terhadap Pihak Ke-3: (TBA)

INFORMASI:

Antonius Riva, HP. 08176600352 (PannaFotoInstitute)

Nita, Telp. (021) 581-2088 Ext. 1352, HP. 021-80721889 (Media Indonesia)

Selanjutnya ...

24 February 2009

Solar Storm Maximum - Just another 2012 anomaly


Somehow, piece by piece we will be able to reveal 2012 puzzle (At World End, 2012)
Wether it leads to extermination or glorius ascencion, the point is finally we know the grand picture. The truth - the absolute truth...

Satu persatu kepingan puzzle tentang tahun 2012 terverifikasi secara resmi. Sebuah artikel dari KOMPAS mengulas tentang tahun 2012 dari satu perspektif yaitu Solar Proxima - periode anomali matahari paling extreme di titik balik musim dingin tahun 2012. Matahari, yang kita tahu sebagai bintang di sistem tata surya, mempunyai periode anomali tertentu untuk proses fusi nuklirnya. Dan akan mencapai puncak pada tahun 2012, dimana panas yang akan diterima bumi bisa mencapai 30 % dari kondisi normal akibat badai proton.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

sumber :Isu Kiamat Tahun 2012 yang Meresahkan (Kompas, 26 November 2008)

Unik jika melihat bahwa anomali-anomali yang muncul bersamaan di tahun 2012 berasal dari disiplin ilmu yang berbeda-beda. Dengan verifikasi masing-masing, secara independen dan tidak ada hubungannya dengan ramalan kiamat 2012. Justru ramalan ini diperkuat oleh perspektif-perspektif unik yang secara independep muncul ke permukaan. Baca juga tentang ramalan kiamat 2012, perubahan kutub magnet, letusan supervulcano, global warming yang semuanya mengerucut ke anomali-anomali aneh di tahun 2012.

Dan bayangkan sebuah sistem bumi yang ditunjang oleh beberapa sub system (tata surya, ekosistem, geology, medan magnet bumi, perkembangan teknologi dan lain-lain). Satu kerusakan pada sub system saja dapat mengakibatkan kehancuran total. Dan kita memahami beberapa sub sytem diperkirakan akan mengalami anomali. Satu saja kepakan kupu-kupu (Butterfly Effect) di saat yang tepat akan memicu tombol chaos (sistem mengalami disorientasi penuh ketidakberaturan).

Artikel ini melengkapi verifikasi dari bidang keilmuan masing-masing mengenai anomali-anomali di sekitar tahun 2012 - atau yang ditakutkan dalam bahasa jawanya sebagai End of Days.

Related post : Kiamat 2012, Global Warming, Perubahan kutub magnet, Matahari terbit di barat, lubang hitam mikroskopis, supervulcano Toba
Google keyword : Solar storm 2012, badai matahari 2012 Kompas
Valid reference :
NASA - Solar Storm Warning
National Geographic - Stronger Solar Storm Predicted, Black Out may Result
Kompas - Isu kiamat yang meresahkan
Recommended Buys :
Sun block SPF 10000000 ;-p

Should we fear or panic ?
If only we could balance our fear with optimistic thought
It's said in Mayan that 2012 is our new cycle of life - could be mean an ascencion not dooms
That human finally achieve the ultimate understanding of life and universe
But unfortunately they don't explain how our physical form
Is it understanding in form of human, or others
Sumber: http://imamnic.blogspot.com
Selanjutnya ...

Isu Kiamat Tahun 2012 yang Meresahkan


Oleh Yuni Ikawati

Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012.

Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu falak dan sistem penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini.

Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.

Langkah Antisipatif

Dari Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.

Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawat terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.

Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF. ”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.

Yuni Ikawati

Sumber : Kompas Cetak

Selanjutnya ...

23 February 2009

2012, Masa Paling Sakral dan Berbahaya?


Maria Hartiningsih
Heboh ramalan tahun 2012 sudah berlangsung lama, tetapi baru meluas sekitar 10 tahun terakhir. Penelitian tentang hal itu dilakukan banyak ahli dari berbagai bidang ilmu dan puluhan buku sudah diterbitkan.

Observasi astronomi sangat akurat selama berabad-abad para astronom genius Maya memberi pertanda, tanggal 21/12/2012 akan menjadi kelahiran zaman baru. Masa itu paling sakral sekaligus paling berbahaya dalam sejarah Bumi.

Menurut Laurence E Joseph dalam Apocalypse 2012, tanggal 21/12/2012 merupakan titik balik musim dingin tahunan ketika belahan Utara Bumi berada di titik terjauh dari Matahari sehingga siang sangat pendek.

Pada tanggal itu, tata surya dengan Matahari sebagai pusatnya, seperti diyakini bangsa Maya, akan menutupi pemandangan pusat Bimasakti dari Bumi. Para astronom Maya Kuno menganggap titik pusat ini sebagai rahim Bimasakti. Keyakinan itu didukung banyak pembuktian para astronom kontemporer bahwa di situlah tempat terciptanya bintang-bintang galaksi.

Saat ini, sejumlah lembaga penelitian ilmiah mengenai atmosfer, ruang angkasa, dan teknologi di Barat menduga ada lubang hitam tepat di pusat itu yang menyedot massa, energi, dan waktu, yang menjadi bahan baku penciptaan bintang masa depan.

Untuk pertama kalinya dalam 26.000 tahun, energi yang mengalir ke Bumi dari titik pusat Bimasakti akan sangat terganggu pada 21/12/2012, tepatnya pukul 11.11 malam. Semua itu disebabkan guncangan kecil pada rotasi Bumi.

Bangsa Maya yakin, sesingkat apa pun terputusnya pancaran dari pusat galaksi akan merusak keseimbangan mekanisme vital Bumi dan tubuh semua makhluk, termasuk manusia.

Memaknai Ramalan
Ada yang menginterpretasikan 21/12/2012 sebagai ”kiamat”, tetapi banyak pula yang memaknainya secara kontemplatif.

Pakar psikologi transpersonal dari AS, Dr Beth Hedva, yang ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu, mengibaratkan Ibu Bumi sudah sangat dekat waktunya melahirkan. Proses kelahiran tak hanya diiringi darah dan penderitaan, tetapi juga harapan dan janji.

”Selalu terjadi kontraksi,” ujar Beth Hedva. Wujudnya perang, kekejian, dan bencana akibat penghancuran lingkungan dan perusakan atmosfer Bumi—dampak kebencian dan keserakahan manusia—serta bencana yang disebabkan faktor manusia dan nonmanusia.

Dalam antologi The Mystery 2012: Predictions, Prophecies & Possibilities (2007), ahli sistem komputer untuk ruang angkasa yang menjembatani ilmu pengetahuan dan spiritualitas, Gregg Braden, menyatakan, yang terpenting bukan apa yang akan terjadi, tetapi bagaimana potensi kolektif muncul dari pemahaman holistik dan kesadaran tentang siapa diri kita di tengah Semesta Raya.

Ahli fisika biologi dan ahli kanker pada Organisasi Kesehatan Dunia, Carl Johan Calleman, peneliti Kalender Maya, mengingatkan pada transformasi kesadaran manusia.

Robert K Stiler, Direktur Program Kajian Amerika Latin Universitas Stetson di DeLand, Florida, AS, menambahkan, ”Apa pun maknanya, bangsa Maya mengajak kita merengkuh hidup berkualitas dan kesehatan planet Bumi.”

Tahun 2012 adalah tahun berjaga dengan menyadari teknologi saja tak menjamin keberlangsungan Bumi. Begitu diingatkan José Argüelles, PhD, ahli Kalender Maya dan pakar sejarah seni dan estetika dari Universitas Chicago.

”Kalau kita tidak berjaga, planet Bumi akan hancur secara alamiah karena sekarang sudah jauh dari seimbang,” ia menambahkan. ”Pikiran manusia secara massal dikontrol dan dimanipulasi pemerintah dan institusi-institusi yang menjadi faktor kunci kehidupan modern.”

Christine Page, dokter medis, ahli homeopati dan kesehatan holistik, menjelaskan, tanggapan pada zaman baru sangat tergantung pada kemampuan memahami kesalingterkaitan dan menghargai Ibu Bumi. ”Alam dan semua makhluk hidup di Bumi adalah bagian diri kita yang harus diperlakukan penuh martabat, penghargaan, dan cinta,” ujarnya.

Jadi, pilihan ada di tangan manusia: membiarkan planet Bumi hancur atau melanjutkan evolusinya. Mari kita renungkan….
Sumber: Kompas

Selanjutnya ...

28 January 2009

Menatap Masa Depan dari Warung Kopi di Sibolangit


Sekitar pukul 12.30 WIB, di sebuah warung kopi pinggiran jalan utama Desa Kuala, Sibolangit, Deliserdang—sekitar 40 km dari Medan—tak kurang dari 10 murid sekolah dasar tampak mengerubungi seorang perempuan yang tengah duduk sambil mengoret-oret di atas kertas lusuh. Tubuh mereka menyandang tas lusuh, sedangkan tangan mereka memegang beberapa buku bacaan.
Mereka bukan mau minum kopi, makan, ataupun main catur seperti kebiasaan masyarakat Karo. Mereka sedang antusias mencari dan meminjam buku, baik itu buku pelajaran, sastra, cerita legenda, maupun buku-buku lainnya.
Ya, tempat ini adalah sebuah perpustakaan yang dikelola langsung oleh rakyat. Perpustakaan yang dibuat di warung kopi ini disebut tambar (dalam bahasa Karo berarti ”obat”).

Setiap harinya, paling tidak 5–10 buku yang dipinjam para murid tersebut setiap harinya. Lain lagi para orang tua yang ada di kampung itu, mereka akan berebut bila ada buku mengenai tata cara menanam buah cokelat, cabai, dan legenda rakyat.
”Saya paling sering meminjam buku tentang resep makanan. Jadi kalau pulang dari sawah dan pekerjaan rumah telah selesai, kan bisa juga dicoba,” ujar Nuriati br Barus (42) kepada SH saat meminjam buku di Satelit Kotak Tambar (SKT) I Desa Kuala. Nuriati juga kerap meminjam beberapa buku pelajaran untuk 3 anaknya yang kini tengah menempuh pendidikan di SD dan SLTP.
Bagi Nuriati, keberadaan tambar sangat membantu menambah wawasan dan daya baca keluarganya. Untuk pengadaan buku-buku pelajaran anak-anaknya yang bersekolah, tambar menjadi salah satu tumpuan harapan mereka yang sehari-hari cuma meletakkan hidup atas hasil panen kebun cokelat.
Bayangkan saja, kata Nuriati, setiap kali kenaikan kelas, semester ataupun catur wulan pelajaran, dia dan suaminya harus menyediakan uang sebesar Rp 750.000 untuk membeli buku bagi anak-anaknya. Itu sangat memberatkan.
Tak heran bila tidak seluruh buku bisa disediakan oleh Nuriati, tapi kebutuhan buku jadi sangat prioritas bagi anak-anaknya. Makanya, tambar menjadi salah satu solusi atas masalah pengadaaan buku anak-anaknya.
Saat ini, setiap minggu sedikitnya ada 50 buku yang dipinjam dari tambar tersebut. Para peminjam biasanya cukup taat untuk mengembalikan buku yang mereka pinjam.
Selama 2 tahun tambar tersebut didirikan, perpustakaan ini telah mengoleksi sekitar 103 buku hingga Februari 2003 lalu. Buku yang dikoleksi juga beragam, mulai dari majalah, koran, buku cerita rakyat, pertanian, pelajaran sekolah, resep makanan, lingkungan, sosial politik, budaya, sampai ke filsafat.
”Buku-buku tersebut seluruhnya berasal dari BITRA Indonesia dan Yayasan Ekowisata Sumatera (YES),” terang Murniati br Bukit (42), perempuan Jawa bersuamikan Jacob Ginting yang mengelola SKT I di Desa Kuala, Sibolangit.
Meski buku-buku untuk di tambar itu terus bertambah setiap tahunnya, Murniati masih merasa sangat kekurangan. Setidaknya, soal ketersediaan atas pilihan buku yang beragam.
”Buku pelajaran anak-anak sekolah saja cuma ada 49 judul. Yang meminjam padahal cukup banyak. Jadi terpaksa kalau mau pinjam harus antri,” jelas Murniati lagi.
Minimnya ketersediaan buku itu dapat dimaklumi. Peminjam buku sebenarnya tak hanya berasal dari Desa Kuala saja, bahkan ada warga yang berasal Pancur Batu—sekitar 20 km dari Desa Kuala—yang meminjam buku ke SKT I.
Hal ini diperbolehkan karena si peminjam biasanya pernah tinggal di Desa Kuala, lalu pindah ke tempat lain dan datang ke Kuala lagi untuk pinjam buku. Syaratnya adalah kepercayaan. Buku dipinjam paling lama satu bulan. Setelah itu, buku harus dikembalikan.
”Hingga kini hanya 5 buku yang hilang. Sebagian buku yang hilang itu adalah buku cocok tanam cokelat, cabe, legenda rakyat maupun perobatan tradisional. Para peminjam yang menghilangkan buku itu telah berusaha menggantinya, tapi mereka belum menemukan jenis buku yang sama seperti yang telah dihilangkan,” ungkap Murniati.
Tambar serupa juga didirikan di 4 desa lainnya, yakni Desa Bengkurung, Desa Sayum Gugum, Desa Pasar Baru, dan Desa Sayum Sabah. Desa Sayum Sabah adalah Pusat Satelit Kotak Tambar (PSKT). PSKT ini dikelola langsung oleh BITRA Indonesia, sebuah LSM yang bergerak di bidang pertanian, ekonomi kecil, dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Ir Soekirman, salah seorang Badan Pendiri BITRA Indonesia yang juga penggagas tambar ini, ide tersebut berawal ketika mereka akan membentuk kelompok-kelompok binaan di masing-masing desa tersebut yang kemudian akan dibina menjadi kelompok-kelompok pembaca. Dan untuk melaksanakannya, mereka bekerja sama dengan LSM lainnya, yakni Yayasan Ekowisata Sumatera (YES).
Dari hasil penelitian kedua lembaga tersebut, kedai atau warung kopi adalah lokasi paling tepat untuk mendirikan tambar tersebut. Kebiasaaan masyarakat Karo selalu berkumpul di warung kopi, baik saat menghabiskan waktu, juga saat menunggu angkutan umum.
Tambar dianggap efektif digunakan masyarakat desa bila didirikan di warung kopi-warung kopi itu. Harapannya, tambar bisa menjadi obat bagi ”kerinduan” masyarakat desa atas kebutuhan membaca yang selama ini sulit mereka dapatkan.
Program ini juga didukung oleh perusahaan besar yang di berada Jakarta. Mereka menyumbang buku dalam jumlah yang lumayan besar.
”Saat ini saja ada sekitar 3.250 judul buku. Selain kalangan swasta, program pengadaan buku ini juga dibantu beberapa perguruan tinggi dan 4 konsulat di Medan,” kata Soekirman.
Di samping itu, sebuah industri minuman ringan juga menyediakan dana sebesar Rp 150.000 per bulan bagi setiap pengelola tambar selama setahun. Untuk penyebaran buku, biasanya buku yang telah dibaca oleh banyak warga di salah satu tambar, akan didistribusikan ke tambar lainnya.
Menurut Soekirman lagi, sebenarnya program ini membuktikan masyarakat desa itu sangat membutuhkan buku. Ketidaktersediaan buku dan harga buku yang tak terjangkau telah membuat rakyat Indonesia asing terhadap buku.
”Untuk pintar dan berdaya, masyarakat harus banyak membaca buku, tapi mimpi itu masih ada di puluhan tahun ke depan, di mana masyarakat secara menyeluruh bisa mendapatkan buku secara gampang dan murah. Bayangkan saja, di Sumut hanya ada beberapa perpustakaan yang jelas tak bisa memenuhi kebutuhan membaca rakyat yang memang rindu akan bacaan,” ujar Soekirman lagi.
Lain lagi halnya dengan Direktur Eksekutif YES Hamonangan Siringo-ringo. Berangkat dari tingginya niat baca masyarakat desa, lembaganya kini malah tengah mengkaji sebuah program pustaka di kawasan-kawasan industri di Medan. Harapannya tetap membuka cakrawala masyarakat dengan membaca buku.
”Dan kita telah survei lokasinya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa terealisasi,” kata laki-laki yang akrab dipanggil dengan Monang ini.
Buku jadi demikian berharganya. Mungkin karena berharga, akhirnya ia jadi mahal. Pemerintahpun sangat antusias membuat buku menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat yang ingin pintar dan maju.
Mungkin inilah salah satu cara alternatif untuk merangkai impian masyarakat makmur sejahtera. Ketika pustaka yang berdiri di tengah hutan beton di tengah kota begitu jauh untuk dijamah.
Tambar dan warung-warung kopi jadi pengobatnya. Ya, obat merangkai masa depan Indonesia yang lebih baik.
(SH/darma lubis)
Tulisan ini dikutip dari: http://www.sinarharapan.co.id

Selanjutnya ...

08 January 2009

PEMBANGUNAN PRO-POOR ... ???



Mempertanyakan Konsep Rancangan RTRW Kota Medan 2006 – 2016, Revisi 2008 - 2028

Sekedar mengingatkan bahwa suatu pemerintahan dapat beroperasi dengan baik atas dukungan utama dari pajak yang dibayar oleh masyarakat, baik pajak langsung – pajak yang tertera dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah (Perda) untuk menarik kontribusi material dari masyarakat melalui berbagai macam ketentuan pajak dan restribusi – maupun pajak yang tidak langsung – yang dibayarkan oleh masyarakat melalui pembelian barang-barang konsumsi, dimana di dalam harga barang-barang yang dibeli tersebut telah masuk (include) item komponen pajak yang harus dibayar oleh perusahaan pada negara. Artinya bahwa perusahaan memasukkan item komponen pajak dalam setiap satuan barang produksinya, kemudian akan ditentukan harganya untuk dilepas pada pasar, dijual ke konsumen. Otomatis konsumen yang menanggung beban pajak dalam barang.
Bukan hanya itu, konsumen (dalam hal ini, baca: masyarakat) juga menanggung berbagai beban seperti biaya distribusi dan iklan (jadi jangan kira bahwa acara di televisi yang bagus-bagus sekarang ini dapat kita nikmati dengan gratis, sama sekali tidak karena perusahaan telah menentukan biaya iklan – termasuk iklan tv – yang dibebankan pada harga jual suatu barang, yang artinya harus dibayar oleh konsumen, masyarakat.


Mengenai hal konsumen (masyarakat) yang menanggung item pajak dalam produksi suatu barang ini sangat perlu diketahui karena anggapan umum dan kalangan pemerintah selama ini bahwa perusahaan, pabrik dan investasi akan membawa keuntungan yang sangat besar bagi pemerintah karena akan membayar pajak pada negara. Ini pandangan yang sangat keliru dan tidak analitis, apalagi substansi. Jika dipetakan alurnya secara matang menggunakan logika ekonomi dengan menghitung beban produksi dan cara menetapkan suatu harga barang dimana pajak termasuk dari salah satu faktor beban yang harus dihitung untuk menentukan harga, maka anggapan perusahaan yang membayar pajak pada negara adalah, sekali lagi keliru. Konsumen (masyarakat pembelilah) yang membayarnya.
Hal di atas berakibat buruk pada pemahaman berbagai kalangan untuk perencanaan pembangunan yang akhirnya arus utama perencanaan pembangunan jelas sangat berpihak pada pemodal, bukan pro-poor.
Untuk perusahaan-perusahaan yang sifatnya memproduksi barang, terutama yang produksinya dipasarkan untuk pasar lokal dan dalam negeri, dalam konteks ini dapat kita pahami bahwa bukan perusahaan yang menanggung, atau membayar pajak pada pemerintah – lebih jauh dan ironis lagi, banyak pula perusahaan yang mengemplang (tidak bayar) pajak, ini berarti pajak yang dititipkan masyarakat lewat pembelian barang-barang konsumtif ditelap oleh perusahaan – karena secara kasat mata kelihatannya perusahaanlah yang menyerahkan pajak tersebut pada pemerintah, namun masyarakat (konsumen)-lah yang membayar.
Untuk itu, harapan dari masyarakat tentulah dilakukan pula apa yang diamanatkan masyarakat untuk dijalankan dengan baik oleh negara secara benar dan ideal. Sesuai dengan cita-cita luhur dalam pendirian dan berjalannya sebuah negara. Yakni, karena negara beroperasi dibiayai oleh rakyatnya maka sangat wajar jika harapan rakyat pada negara juga adalah bagaimana rakyat difasilitasi dalam hidupnya. Fasilitas tersebut berupa sokongan secara moral dan fisik agar rakyat dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Yakni sisi ekonomi, sosial, budaya, perlindungan hak-hak dan berbagai macam jaminan yang lainnya.
Melihat kondisi pemerintahan sekarang dan pemerataan kesejahteraan masyarakat saat ini harapan di atas terlalu jauh dari kenyataan yang ada, utopis kelihatannya. Masyarakat berkontribusi memberikan pajak dan restribusi pada negara lalu negara melaksanakan tugasnya dengan melalakukan imbal balik dengan memberikan fasilitas dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dan hajat hidup masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dalam bentuk pembangunan yang benar-benar diperuntukkan kepentingan masyarakat.
Pembangunan yang benar-benar diperuntukkan pada kepentingan masyarakat dan pro-poor (berpihak pada rakyat miskin)…??? Hal tersebut sungguh menjadi pertanyaan yang sangat besar saat ini. Mungkin hanya ada di buku-buku komik atau film bolywood yang sangat dramatis, fantastis dan romantisme keberpihakan pada rakyat miskin. Meskipun dalam pijakan prinsip pembangunan di Sumatera Utara, visi-missi propinsi Sumatera Utara, dan hal ini juga biasanya tercantum dalam visi-missi propinsi maupun daerah lain, salah satu visi-missi tersebut adalah pembangunan yang berpihak pada orang miskin pro-poor. Namun hampir semua pakar perencana pembangunan tahu, biarkanlah itu hanya ada dalam buku dan catatan-catatan yang memperindah dan mempermanis kata-kata, juga untuk kepentingan kampanye pencitraan diri pemimpin tertentu atau kepala daerah tertentu. Toh… tidak ada gugatan secara massal dari rakyat mengenai kebohongan ini... !!!
Sudah sangat biasa kita temui bagaimana orang-orang yang menjalankan amanah rakyat menikmati berbagai fasilitas kemewahan dari fasilitas kantor, rumah dinas, kendaraan dinas, sampai hal-hal yang sifatnya bepergian dengan tujuan belajar (studi banding) sekalian plesiran, bahkah tidak sedikit kejadian studi banding disalah gunakan hanya untuk menikmati daerah-daerah wisata dan memenuhi syarat untuk menghabiskan anggaran dari pada tidak tercapai karena sudah direncanakan dalam rancangan anggran, yang jika tidak menjadi pejabat belum tentu hal tersebut bisa dilakukan. Semuanya menggunakan fasilitas negara yang notabene dibiayai oleh rakyat. Berbagai macam kenyamanan yang disediakan tersebut sedianya dimaksudkan agar pemimpin suatu daerah dapat bekerja maksimal untuk memikirkan dan merancang secara maksimal pula apa yang terbaik bagi rakyatnya. Namun hal ini seperti dikhianati dengan logika rakyat menyediakan fasilitas (termasuk gaji) melalui pembayaran pajak dan restribusi (langsung dan tidak langsung) namun para pemodal (investasi lokal maupun internasional) yang difikirkan secara maksimal oleh birokrat kita untuk masuk dan mendapatkan fasilitas terbaiknya. Jika hal ini yang sungguh terjadi maka birokrat kita tak ubahnya menjadi gerbang pintu masuk pemodal (compradors) asing.
Padahal dalam prinsip hak azasi manusia, tentunya dalam konteks tulisan ini adalah ecosoc right (economy social cultural right) yang di Indonesiakan menjadi hak ekosob (hak ekonomi sosial budaya) ada 3 prinsip yang harus (wajib) dilakukan pemerintah terhadap rakyatnya, yakni; pemerintah wajib memenuhi hak-hak dasar masyarakat dengan menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhinya (to fulfill).

Apa Tujuan RTRW?
Pada lingkup yang lebih kecil, kita yang tinggal di kota Medan, tahukah bagaimana konteks di atas dilakukan.... ??? Coba kita bahas pada perencanaan pembangunan jangka panjang kota Medan, atau yang biasa disebut master plan. Dalam peraturan yang baru disebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2006 sampai 2016 (menurut UU No. 24/1992, selama 10 tahun) yang direvisi dengan rancangan RTRW Kota Medan 2008 sampai 2028 (menurut UU No. 26/2007, Selama 20 tahun), otomatis jika telah disyahkan RTRW Kota Medan ini akan diimplementasikan selama 10 – 20 tahun ke depan.
Beradasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, sebagai berikut: (1) Tujuan pemanfaatan ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan; (2) Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan, meliputi: (a) Struktur pemanfaatan ruang yang meliputi distribusi penduduk, sistem kegiatan pembangunan dan sistem pusat-pusat pelayanan permukiman perkotaan termasuk pusat pelayanan koleksi dan distribusi; sistem prasarana transportasi; sistem telekomunikasi, sistem energi, sistem prasarana pengelolaan lingkungan termasuk sistem pengairan; (b) Pola pemanfaatan ruang yang meliputi kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan jasa (perniagaan, pemerintahan, transportasi, pariwisata, dll), kawasan perindustrian; (3) Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan mencakup upaya: (a) pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; (b) pengelolaan kawasan fungsional perkotaan, dan kawasan tertentu; (c) pengembangan kawasan yang diprioritaskan dalam jangka waktu perencanaan, termasuk kawasan tertentu; (d) penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya lainnya dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam dengan sumber daya buatan; (d) pengembangan sistem kegiatan pembangunan dan sistem pusat-pusat pelayanan permukiman perkotaan; sistem prasarana transportasi; sistem telekomunikasi, sistem energi, sistem prasarana pengelolaan lingkungan termasuk sistem pengairan (penanganan, pentahapan dan prioritas pengembangan yang ditujukan untuk perwujudan struktur pemanfatan ruang wilayah kota); (4) Pedoman pengendalian pembangunan wilayah kota/kawasan perkotaan, meliputi: (a) Pedoman perijinan pemanfaatan ruang/pengembangan Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan bagi kegiatan pembangunan di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan (pedoman pemberian ijin lokasi); (b) Pedoman pemberian kompensasi, serta pemberian insentif dan pengenaan disinsentif di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan; (c) Pedoman pengawasan (pelaporan, pemantauan, dan evaluasi) dan penertiban (termasuk pengenaan sanksi) pemanfaatan ruang di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan.
Sementara dari segi azas penataan ruang, untuk mencapai suatu kota yang menerapkan prinsip good urban governance, maka RTRW Kota disusun berdasarkan atas azas: (1) Pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu, berdaya dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Dalam hal ini dimaksud dengan: (a) Semua kepentingan adalah bahwa penataan ruang yang dapat menjamin sebesar-besarnya seluruh kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat adil dengan tetap memperhatikan golongan ekonomi lemah; (b) Terpadu adalah bahwa unsure-unsur dalam penataan ruang dianalisis dan dirumuskan menjadi sebagai satu kesatuan antar sektor, antara bagian wilayah kota, dan antar pelaku dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Penataan ruang dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, dan daya tampung lingkungan. Dalam mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang memperhatikan adanya aspek prakiraan, ruang lingkup wilayah yang direncanakan, persepsi yang mengungkapkan berbagai keinginan serta kebutuhan dan tujuan penataan ruang.
Unsur-unsur keterpaduan dalam RTRW ini antara lain meliputi keterpaduan struktur ruang, pola pemanfaatan ruang, tahapan pembangunan, pembiayaan pembangunan, dan pelaku pembangunan; (c) Berdaya guna dan berhasil guna adalah bahwa penataan ruang yang dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruangnya, dan dengan biaya yang pantas; (d) Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penataan ruang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan antar-sektor dan antar pelaku pembangunan; (e) Berkelanjutan adalah bahwa penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar generasi; (2) Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Yang dimaksud dengan persamaan di sini adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam kegiatan pemanfaatan ruang, sedangkan yang dimaksud dengan keadilan adalah bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat mengambil manfaat dari kegiatan penataan ruang sesuai dengan kepentingannya.
Adapun yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah bahwa dalam pelaksanaannya penataan ruang dilindungi oleh hukum; (3) Keterbukaan, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat yang memiliki pengertian sebagai berikut: (a) Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang dalam pelaksanaannya berhak diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan terbuka untuk menampung masukan dari seluruh lapisan masyarakat; (b) Akuntabilitas adalah bahwa pelaksanaan penataan ruang dapat dipertanggung-jawabkan oleh penyelenggara-nya pemerintahan dan pembangunan kepada semua pelaku pembangunan dan masyarakat umumnya; (c) Partisipasi masyarakat adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah harus pula melibatkan masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang, maupun pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajibannya yang ditetapkan.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam penataan ruang karena hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataan ruang itu sendiri secara umum: (1) Terselenggara-nya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional; (2) Terselenggaranya pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya; (3) Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: (a) Mewujudkan kehidupan berbangsa yang cerdas berbudi luhur, dan sejahtera; (b) Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; (c) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya-guna, berhasil-guna, dan tepat-guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (d) Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan; (e) Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Adapun tujuan pemanfaatan ruang kota adalah: (1) Mencapai optimasi dan sinergi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan nasional; (2) Menciptakan keserasian dan keseimbangan antara lingkungan dan sebaran kegiatan; (3) Meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan atas pengembangan dan pengelolaan ruang; (4) Mewujudkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar bagian wilayah kota serta antar-sektor dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah; (5) Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Adapun kedudukan dan fungsi tata ruang adalah: (1) Sebagai dasar bagi kebijakan pemanfaatan ruang kota; (2) Sebagai penyelaras strategi serta arahan kebijakan penataan ruang wilayah propinsi dengan kebijakan penataan ruang wilayah kota ke dalam struktur dan pola tata ruang wilayah kota; (3) Penyelaras bagi kebijakan penataan ruang wilayah pengembangan; (4) Pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; (5) Dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang dengan kabupaten/kota lain yang berbatasan. Untuk Kota Medan yakni dengan wilayah Binjai dan Deli Serdang (Mebidang) dan akhir-akhir ini wilayah Karo juga mulai sering dikaitkan dengan pengembangan Kota Medan (Mebidangro) oleh karena ada empat jalur utama komuter yang merupakan jalur masuk dan keluar wilayah Kota Medan yakni Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan wilayah Kabupaten Karo.
RTRW Kota berfungsi sebagai pedoman untuk: (1) Perumusan kebijakan pokok pembangunan dan pemanfaatan ruang; (2) Pengarahan dan penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau masyarakat; (3) Penyusunan rencana detail tata ruang kota pada skala 1 : 5000, rencana teknis ruang kota pada skala 1 : 1000, rencana tata bangunan dan lingkungan pada skala 1 : 1000, dan/atau rencana teknis lainnya pada skala 1 : 1000 atau lebih besar; (4) Penerbitan perizinan pembangunan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk wilayah yang belum diatur dalam rencana yang lebih rinci; (5) Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan; (6) Penyusunan indikasi program pembangunan yang lebih rinci.
Beberapa hal di atas disampaikan oleh Ir. Filiyanti Bangun, Grad.Dipl.PM, M.Eng, sebagai pemerhati masyarakat perkotaan dan peneliti masalah transportasi, dalam beberapa kali kesempatan diskusi.

RTRW Kota Medan
Dalam Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002, tersebut jelas pengarus-utamaan perencanaan pembangunan perkotaan bahwa keberpihakan pada kaum lemah (orang miskin) atau pro-poor menjadi hal yang sangat penting untuk dijadikan landasan dalam penyusunan RTRW.
Melihat rancangan RTRW Kota Medan untuk tahun 2006 – 2016 yang kemudian direvisi menjadi RTRW 2008 – 2028 (kini masih dalam proses legislasi) menunggu ketok palu (persetujuan) DPRD Kota Medan (Dewan Kota). Proses tarik menarik untuk persetujuan dari RTRW ini masih terus berlanjut mengingat banyaknya kalangan masyarakat sipil di kota Medan yang mempertanyakan berbagai proses RTRW yang ditengarai tidak melalui proses yang ditetapkan dalam Kepmen Kimpraswil tersebut.
Lebih jauh lagi rancangan RTRW Kota Medan tersebut dianggap sarat masalah, wajar saja jika banyak kalangan yang mempersoalkan rancangan RTRW ini, mengingat ini merupakan master plan kota yang akan diimplementasikan 20 tahun ke depan, tentunya hampir semua penduduk kota Medan yang tahu mempunyai kepentingan terhadap RTRW ini, lebih jauh lagi yang bukan penduduk kota Medan-pun sangat banyak yang punya kepentingan terhadapnya, apalagi orang atau perusahaan yang ber-investasi di kota kita ini.
Beberapa persoalan tersisa yang masih menjadi ganjalan antara lain: (1) Pengerjaan penyusunan RTRW ini menghabiskan begitu besar dana, yakni 4 milyar rupiah (kini jadi persoalan hukum, karena dicurigai ada indikasi penyimpangan); (2) Pengerjaan hanya 3 bulan oleh ahli dari luar Sumatera Utara (Bandung) yang dianggap kurang begitu memahami persoalan spesifik yang bersifat lokal Medan; (3) Data yang digunakan hanya mengadopsi data sekunder (terutama pada bidang transportasi) yang dikeluarkan oleh Wahana Tata Nugraha (WTN), Dishub Medan tanpa melakukan penelitian dan survey data-data primer pada bidang masing-masing; (4) Proses-proses yang harus dilalui dalam penyusunan RTRW seperti yang disebutkan Kepmen Kimpraswil yang berbunyi keterbukaan, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat diduga tidak dilakukan.
Keterbukaan, sebahagian besar masyaraakat kota Medan malah belum mengetahui sedang berlangsung proses penyusunan RTRW kota Mereka, bahkan pemberitaan media juga sangat minim. Apa dan bagaimana? Tahapannya sudah sampai dimana? Dll.
Soal akuntabilitas, masyarakat juga tidak mendapatkan informasi yang jelas, berapa dana dan untuk apa saja biaya yang digunakan untuk menyusun RTRW tersebut? Mengapa tim penyusun tidak sebagian besar ahli lokal untuk memberi input dan jalan keluar tentang masalah-masalah yang sangat spesifik lokal Medan? Dll.
Soal partisipasi masyarakat, jangankan keterlibatan masyarakat dapat diakomodir dalam proses penyusunan RTRW ini, beberapa kali audiensi masyarakat sipil untuk menolak rancangan RTRW kota Medan ini kepada berbagai pihak (termasuk Dewan Kota) belum ditanggapi secara serius. Malah beberapa pihak curiga RTRW ini akan disyahkan oleh Dewan Kota saat masyarakat lengah, yakni musim libur akhir tahun (akhir Desember 2008) ini. Jika kecurigaan masyarakat ini benar terjadi, maka ini merupakan bencara besar bagi rancangan master plan yang akan diimplementasikan hingga 20 tahun ke epan tersebut. Sudah selayaknya Dewan Kota mendengarkan apa yang menjadi keberatan masyarakat, jangan main kapan lengah langsung ketok palu. Karena masalah ini juga sedang menjadi masalah hukum yang sedang diproses. Bagaimana mungkin rancangan peraturan daerah yang prosesnya masih menyisakan persoalan hukum dan belum selesai ditangani sudah akan dijadikan produk hukum pula di tingkat daerah (baca: Perda)? Semoga ini tidak terjadi...!!!

Iswan Kaputra
Peneliti & Pekerja Sosial pada BITRA Indonesia
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli RTRW



Selanjutnya ...

13 December 2008

Produk Pertanian Bakal Kena PPN


Kontradiktif dengan Pembangunan Pedesaan
KOMPAS. Sabtu, 13 Desember 2008 | 01:48 WIB
Jakarta, Kompas - Direktorat Jenderal Pajak menawarkan opsi tarif baru Pajak Pertambahan Nilai bagi produk primer pertanian yang diproduksi perusahaan besar dan PPN bagi petani atau penghasil produk pertanian dalam jumlah kecil.
Opsi ini membebankan kembali Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk primer pertanian. Langkah ini dinilai akan menguntungkan petani dan pelaku agroindustri.
”Aturan tarif PPN yang ada saat ini membebaskan produk pertanian primer dari PPN. Ini membuat mata rantai pembayaran PPN terputus. Ini akan membuat komplikasi dan masalah. Atas dasar itu, kami berpandangan, produk pertanian harus menjadi BKP (barang kena pajak),” papar Dirjen Pajak Darmin Nasution, Jumat (12/12) di Jakarta.


Menurut Darmin, dalam kebijakan PPN yang baru itu, pemerintah memisahkan antara petani dan produk pertanian. Pemerintah juga menetapkan produk pertanian menjadi BKP.
Sebagai BKP, semua produk primer pertanian kena PPN. Keuntungannya, perusahaan yang memproduksi produk pertanian bisa menyampaikan permohonan restitusi atau pembayaran kembali pajak lebih bayar dari Ditjen Pajak kepada wajib pajak.
Dengan mekanisme ini, perusahaan agroindustri bisa mengajukan restitusi PPN atas alat-alat modal, seperti traktor, atau bahan baku, seperti bibit, pestisida, dan pupuk, yang mereka beli. Restitusi bisa dilakukan saat produk pertanian diekspor atau dijual ke pasar domestik.
Jika produk itu diekspor, perusahaan bisa langsung memohon restitusi. Namun, jika dijual ke pasar domestik, perusahaan bisa mengurangkan PPN yang telah dibayar pada penghasilan kena pajak.
”Maka, jika perusahaan itu membeli alat modal senilai Rp 10 miliar, saat itu dia harus membayar PPN Rp 1 miliar karena tarif PPN adalah 10 persen. Jika produk pertanian yang dijualnya merupakan BKP, perusahaan bisa mengajukan restitusi PPN senilai Rp 1 miliar. Jika statusnya bukan BKP, perusahaan harus menanggung biaya PPN senilai Rp 1 miliar,” tutur Darmin.
Untuk petani yang memproduksi produk pertanian dalam jumlah kecil, Ditjen Pajak mengusulkan dua pilihan kepada Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Amandemen PPN. Pertama, pemerintah menerapkan sistem batas atas. Petani yang beromzet Rp 600 juta per tahun dibebaskan dari pungutan PPN, sedangkan perusahaan beromzet besar di atas Rp 600 juta per tahun kena PPN 10 persen.
Kedua, pemerintah menerapkan tarif PPN khusus bagi petani sebesar 1 persen atau dianggap 1 persen. Dengan mekanisme ini, petani mendapatkan diskon PPN senilai 9 persen. Namun, produk yang diperjualbelikannya tetap dikenai PPN.
Tidak manusiawi
Menanggapi rencana pengenaan PPN terhadap produk pertanian, Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani Indonesia Agusdin Pulungan menyatakan, hal itu tidak manusiawi dan kontradiktif terhadap pembangunan pedesaan. Mengingat kemiskinan terutama melekat pada diri petani yang tinggal di desa.
Selain itu, daya beli masyarakat juga menurun akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi. ”Belum lagi margin usaha tani rendah, selain kenaikan biaya produksi. Kalau pajak produk pertanian dikenakan, petani yang sudah miskin tambah menderita,” katanya.
Senada dengan Agusdin, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo menyesalkan pemerintah yang masih belum optimal mengembangkan pertanian. Saat harga produk pertanian melemah, pemerintah malah ingin menerapkan kembali PPN.
”Mestinya pemerintah memberi insentif yang mendorong industri pertanian agar sumber gizi dan protein bangsa terpenuhi. Bukan malah menjadikannya sebagai obyek pungutan,” kata Siswono. (OIN/MAS/ham)
Sumber Harian KOMPAS, 13 Des 2008
====================================================
Menyedihkan sekali nasib para saudara tani yang memberi makan kita dibuat para birokrat kita. Kita harus berbuat/bertindak untuk ini !!!
Selanjutnya ...

29 November 2008

Rakyat Merindukannya


Oleh : Suhari Pane

Ibarat pertandingan sepak bola, LABUHANBATU sudah kalah sejak peluit pertama dibunyikan. Tehnik permainan antar Tim yang sudah kuno, membuat pemain LABUHANBATU kalah. Untuk mengejar ke-tertinggalan. Tim Labuhanbatu memerlukan tehnik baru agar dapat bermain lebih taktis dan berlari lebih cepat. Tehnik baru bermain, hanya mungkin lahir jika Labuhanbatu memiliki pemimpin yang visioner. Seperti apa pemimpin visioner itu? Bung Hatta dalam majalah Daulat Rakyat, 10 September 1933, mengambarkan syarat seorang pemimpin visinoner ini dalam satu kalimat yang lugas: iman yang teguh, watak yang kukuh dan urat saraf yang kuat.

Rakyat yang engan diajak bergerak menjemput perubahan adalah pertanda gagalnya kepemimpinan. Di sana tidak muncul pemimpin berkarrakter kuat, punya kredibilitas yang terjaga, sanggup menjadi inspirasi keteladanan dan mampu menumbuhkan harapan

Sementara Rhenald Kasali, pakar manajemen Universitas Indonesia, menganalogikan pemimpin visioner seperti mata. Ia bukan sekadar mata yang bergerak secara acak, melainkan harus menjadi mata yang jeli melihat sesuatu yang belum terlihat atau bahkan sama sekali tidak terlihat rakyatnya. Bukan itu saja, ia pun sanggup meyakinkan dan mengajak rakyatnya untuk memperjuangkan pandangan masa depannya itu.

Untuk menjadi pemimpin bermata jeli (visionary leader), seorang pemimpin harus berkarakter, punya kredibilitas, menjadi inspirasi keteladanan dan mampu menumbuhkan harapan. Mari kita urai serba sedikit soal ini. Pertama, berkarakter. Pemimpin berkarakter sudah barang tentu bukan sosok karbitan atau yang hanya mengandalkan pengalaman jabatan, jam terbang politik, dan deretan panjang aktivitas kemasyarakatan, tanpa catatan prestasi yang jelas dalam semua kiprahnya itu. Pemimpin berkarakter adalah pemimpin yang mampu membuat skenario masa depan bagi rakyat dan memperjuangkan skenario itu dengan melakukan perubahan mendasar dalam pemerintahan dan masyarakatnya dengan bertopang pada nilai-nilai masyarakatnya sendiri.

Kedua, kredibilitas. Ini menyangkut komitmen, integritas, kejujuran, konsistensi dan keberanian seorang pemimpin untuk bertanggung jawab atas pilihannya. Bukan jenis pemimpin dengan mental tempe, selalu ragu-ragu dan serba lambat mengambil keputusan di antara sekian banyak pilihan yang memang mustahil sempurna. Pemimpin yang kredibilitasnya mumpuni, sejak semula berkuasa siap mem-pertanggung-jawabkan kegagalan tanpa mencari kambing belang. Ia lebih suka mencari apa yang keliru untuk diperbaiki ketimbang mencari siapa yang patut disalahkan. Kredibilitas juga mengandung pengertian adanya ketenangan batin seorang pemimpin untuk memberikan reaksi yang tepat terutama dalam kedaaan kritis. Selain tentu saja kredibilitas juga menyangkut aspek kecakapan dan ketrampilan tehnis memimpin.

Ketiga, inspirasi keteladanan. Boleh jadi ini aspek kepemimpinan yang terpenting dan sekaligus teramat sulit untuk kita temukan kini. Banyak pemimpin di negeri ini yang gagal menjadi sumber inspirasi keteladanan. Mereka tidak sanggup berdiri di barisan terdepan dalam memberi teladan dari dirinya dan lingkungan kekuasan-nya yang terdekat. Pemimpin yang inspiratif, semestinya sanggup secara otentik menunjukkan ketulusan satunya ucapan dengan tindakan, satunya seruan dengan pelaksanaan, satunya tekad dengan perbuatan. Orang Jepang menyebut sikap otentik ini dengan istilah makoto, artinya sungguh-sungguh, tanpa kepura-puraan. Nurcholis Madjid menyebut pemimpin seperti ini sebagai lambang harapan bersama, sumber kesadaran arah (sense of direction) dan sumber kesadaran tujuan (sense of purpose).

Keempat, menumbuhkan harapan. Kita tahu tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah kini begitu rendah. Pemerintah seperti bebek lumpuh yang kehilangan daya. Alih-alih mampu menggugah dan mengerakkan rakyatnya, bahkan niat baik pemerintah-pun acapkali disalah-pahami oleh rakyatnya sendiri. Pemimpin yang memberi harapan adalah pemimpin mampu menjadikan harapan rakyatnya sebagai roh kepemimpinannya. Tidak sebaliknya, secara egois menjadikan harapannya seolah-olah sebagai harapan rakyatnya. Dalam Islam ada adagium yang menyangkut soal ini: Kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpin, haruslah terkait langsung dengan kesejahteraan mereka (Tasharruf al-imam ala ar-raiyyah manutun bi al-maslahah). Jelaslah sudah, dalam Islam seorang pemimpin yang melalaikan kewajibannya mensejahterakan rakyatnya teramat dicela, sebab ia gagal menumbuhkan harapan bagi rakyatnya.

Moving the People
Titik sentral perubahan di Labuhanbatu ada pada kepemimpinan. Carut-marut keadaan ini kian tidak menentu ujung-pangkalnya lantaran daerah ini sedang krisis kepemimpinan. Kita tidak pernah kekurangan penguasa. Buktinya, setiap musim pemilihan tiba, stok calon penguasa berlimpah adanya. Tetapi kita jelas sedang dihantam paceklik panjang kepemimpinan. Apa buah dari paceklik ini? Taruhan terbesarnya ada pada kesinambungan pembangunan. Selama ini, kegagalan kita membangun bukan karena kita gagal membangun, tetapi lebih karena kita gagal mempertahankan kesinambungan pembangunan.

Para penguasa yang datang silih berganti, seperti tidak punya benang merah yang mem-pertautkan mereka. Inilah buah dari cara penguasa mengelola pembangunan yang hampir sepenuhnya memaknai sebagai struggle for power belaka. Pembangunan katanya, adalah urusan politik lima tahunan masa berkuasa. Pandangannya sebagai penguasa begitu terbatas karena sekat politik yang ia buat sendiri. Cara pandang yang terlalu politik dalam melihat pembangunan jelas berdampak destruktif. Pertama, membuat banyak penguasa berfikir dengan cara apapun ia harus kembali berkuasa. Kedua, penguasa baru biasanya akan menumbang-rubuhkan bangunan yang diwariskan dari penguasa lama. Apa yang sudah baik tidak dilanjutkan. Apa yang buruk, tidak jadi pelajaran. Di sini ada semangat tumpas kelor yang mematikan kesinambungan pembangunan.

Dalam konteks pemimpin yang visioner, jelas cara pandang mengelola pembangunan harus diubah. Pembangunan harus dimaknai sebagai isu manajemen. Yakni, bagaimana seorang pemimpin melakukan proses value creation yang berkesinambungan. Apapun alasannya, siapapun yang memerintah dan apapun tantangannya, isu utama seorang pemimpin bukan lagi struggle for power, melainkan bagaimana ia mengoptimalkan aset yang ada untuk menciptakan kontinuitas kemajuan. Ini penting sekali, agar arah pembangunan dalam skala apapun tidak kehilangan visinya.

Pemimpin yang visioner tidak boleh membuat rakyatnya galau, gelisah, lalu bertanya-tanya dengan hati gundah: mau dibawa kemana gerangan kami ini?

Mengapa kita perlu pemimpin yang visioner? Pemimpin yang mengelola pembangunan sebagai proses pembentukan nilai yang berkesinambungan, bukan hanya sekadar berkuasa untuk lima tahunan? Sederhana saja jawabannya, tanpa semua itu pemimpin akan gagal mengajak rakyatnya untuk bergerak (moving the people) mengatasi carut-marut keadaan. Rakyat yang engan diajak bergerak menjemput perubahan adalah pertanda gagalnya kepemimpinan. Di sana tidak muncul pemimpin berkarakter kuat, punya kredibilitas terjaga, sanggup menjadi inspirasi keteladanan dan mampu menumbuhkan harapan.

Dalam carut-marut keadaan kita terus bermimpi datangnya pemimpin yang membawa perubahan. Pemimpin yang punya kerendahan hati, seperti Abu Bakar Ash-Siddik yang berkata menjelang pelantikan dirinya sebagai khalifah pertama: lastu bi khoirikum in roaatumuuni showaaban fai nuuni wa in roaitumuuni wijaajan fa qowwimuuni (Saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, maka jika kalian ketahui saya benar, bantulah saya. Dan jika kalian ketahui saya menyeleweng, luruskan saya).

Selanjutnya ...

23 September 2008

SEGERA LAKUKAN REFORMA AGRARIA SEJATI & PENINGKATAN STATUS KELEMBAGAAN PERTANAHAN



Memperingati Hari Tani Nasional, 24 September 2008.

Dalam rangka memperingati hari tani, tanggal 24 September 2004 ini, kita wajib mengingat pidato Presiden RI tanggal 31 Januari 2007, dalam rangka pidato kenegaraan membuka tahun yang baru, tahun 2007, yang biasanya dijadikan panduan bagi departemen, badan dan instansi lain di Pemerintahan RI untuk mendesain perencanaan strtegis dan rancangan program dan kegiatan lain. Pada pidato tersebut Presiden Soesilo Banbang Yudhoyono, lebih akrab dikenal dengan (SBY) sempat mengungkapkan strategi pemerintah dalam urusan tanah (reforma agrarian). Isi dari pidato tersebut antara lain; “Program Reforma Agraria… secara bertahap…akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip “Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat… (yang) saya anggap mutlak untuk dilakukan”.

Tanah merupakan objek yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana berbagai macam kebutuhan hidup sangat bergantung pada keberadaan tanah, baik sebagai media tanam maupun sebagai media ruang/tempat. Begitu urgennya tanah sehingga banyak sekali konflik yang berakibat sangat luas dan memakan banyak korban di dunia ini karena berebutan akan penguasaan pengelolaan tanah tersebut. Menurut catatan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara paling sedikit ada 699 kasus konflik/sengketa tanah yang ada di Sumatera Utara.

UUD 1945, Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “ir, udara, bumi dan seisinya dikuasai oleh Negara dan digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat”, UUD 45 ini telah cukup jelas amanatnya yang diberikan untuk kemakmuran rakya dan dibreakdown lagi oleh UUPA.

Sepanjang Orde Baru (1966-1998) politik agraria yang dianut dan diterapkan secara konsisten oleh pemerintah adalah politik agraria yang kapitalistik. Politik agraria semacam ini menjadikan tanah dan kekayaan alam lainnya sebagai komoditi serta objek eksplotasi dan akumulasi modal besar asing maupun domestik yang beroperasi di berbagai sektor. Berbagai peraturan perundang-undangan dan program-program pembangunan di lapangan agraria praktis diabdikan untuk memenuhi orientasi politik agraria yang kapitalistik itu. Sejak Orde Baru berkuasa (1966) pengkhianatan terhadap undang-undang pokok agraria (UUPA) No. 05 tahun 1960, mulai berlangsung. Hal ini tercermin dari orientasi dan praktek politik agraria yang ditopang oleh berbagai produk peraturan perundang-undangan sektoral yang berkaitan dengan kekayaan alam kita. Misalnya undang-undangan yang mengatur Kehutanan; Pertambangan; Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; Pengairan; Perikanan, dsb. Keseluruhan undang-undang sektoral ini mengandung semangat dan isi yang memfasilitasi modal besar ketimbang memenuhi hak-hak rakyat banyak.

Pantulan orientasi politik agraria Orde Baru jelas tergambar pada banyaknya penyerahan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria ke tangan pemilik modal besar melalui berbagai ijin usaha. Dengan memegang prinsip Hak Menguasai Negara (Pasal 2 ayat 2 UUPA 1960), dengan mengatasnamakan negara, pemerintah pusat atau daerah telah mengeluarkan hak-hak baru seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), Kuasa Pertambangan, dan Kontrak Karya Pertambangan. Karena proses pengkhianatan yang berkepanjangan, maka posisi UUPA 1960 dengan sendirinya terpinggirkan secara berkelanjutan. Bahkan UUPA seakan-akan hanya mengatur soal administrasi pertanahan saja, yang kewenangannya hanya mencakup sekitar 30% saja dari luas seluruh daratan Indonesia. Selebihnya diatur lewat undang-undang UU Kehutanan (1967) yang diperbaharui menjadi UU No. 41/1999, dan UU sektoral lainnya.

Lembaga-lembaga penelitian sosial yang gencar meneliti masalah kemiskinan selalu mengungkapkan minimnya keter-aksesan masyarakat petani terhadap tanah menjadi suatu penyebab utama kemiskinan di Indonesia, Peduduk miskin yang ada di Indonesia sampai Juli 2007 adalah 37,17 juta orang atau 16,58 % (Data yang dikeluarkan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, TKPKRI) dari jumlah tersebut penduduk atau rumah tangga miskin sebagian besar (72%) ada di pedesaan dan berprofesi sebagai petani, yang sudah pasti akan membutuhkan tanah sebagai media tanam pertanian. Mereka adalah umumnya petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan yang sangat kecil. Di seluruh Indonesia terdapat 13,253 juta rumah tangga pertanian yang hanya menguasai (dan belum tentu memiliki) luas tanah kurang dari 0,5 hektar, biasa disebut petani gurem. Jumlah rumah tangga petani gurem tidak hanya monopoli petani di pulau Jawa tetapi juga di luar Jawa. 74 dari 100 rumah tangga petani di Jawa adalah petani gurem, sedangkan di luar Jawa 1 diantara 3 petani adalah petani gurem.

Dalam satu acara seminar yang bertajuk “Mewujudkan Keadilan Melalui Kebujakan Agraria Nasional”, di Medan 4 September lalu terungkap, bahwa hanya 1 sampai 2 persen masyarakat menguasai asset, sumberdaya alam, terutama sumber daya agrarian, hanya 56 %. Sementara 98 % masyarakat lainnya yang kurang beruntung hanya menguasainya sebesar 44 %. Ini suatu hal yang sangat ironis dan harus diakhiri keberlanjutannya. Pengelolaan sumber daya yang adil seperti yang dinyatakan SBY dalam pidatinya harus segera diwujutjkan.

Dalam konsep hak pangan (hak masyarakat untuk memperoleh pangan yang sehat) ada 3 hal yang mestinya dipenuhi pemerintah, yakni; to respect, agar pemerintah memberikan tanggapan langsung atas persoalan kelaparan yang terjadi; to protect, agar pemerintah melindungi masyarakatnya dari kemungkinan kelaparan yang dihadapi, dan; to fulfill, agar pemerintah memenuhi kebutuhan-kebutuhan makan yang dibutuhkan rakyatnya. Dari konsep hak pangan ini juga jauh untuk terpenuhi jika masyarakat mayoritas sebagai petani tidak punya media tanam yang mestinya mereka miliki, bahkan seharusnya media tanam tersebut disediakan oleh pemerintah, karena ini juga bagian dari kewajiban negara untuk memenuhinya (to fulfill), istilah ini juga dapat dicari korelasinya dengan makna yang sama pada pasal 1 sampai 13, UUPA.

Carut-marutnya masalah agrarian nasional ini yang coba diperbaiki belakangan oleh negara, seperti apa yang diungkapkan dalam pidato SBY Januari 2007 lalu dan diterbitkannya Ketetapan MPR No.IX/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam. Tap MPR ini memberikan tugas dan mandat kepada pemerintah untuk melaksanakan; “penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia” (pasal 2). Lalu dilansir perencanaan pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang akan dipimpin langsung oleh presiden, dengan perencanaan distribusi tanah seluar 8,15 juta hektar untuk penduduk miskin yang tidak punya tanah. Kedua tonggak ini menjadi pembuka pintu bagi perbaikan kehidupan petani, revitalisasi sektor pertanian dan pembangunan pedesaan. Untuk itu, tak perlu terlalu lama buang waktu untuk memulai reforma agraria. Reforma agraria sejalan dengan amanat sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa. Ini juga cermin dari semua bangsa yang maju. Reforma agraria berguna memenuhi hak sipil-politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa.

Kini Tap MPR dan rencana pelunuran PPAN tersebut sangat ditunggu-tunggu masyarakat wujud dan kedatangannya, namun tidak kunjung tiba juga malah yang terdengar santer hanya gencarnya penyertifikatan tanah di mana-nama. Apakah ini merupakan wujud PPAN, resistensi yang sangat kuat dari pemilik modal yang sangat dominan menguasai sumber-sumber agraria belum terkalahkan. Perrubahan dan kekerpihakan BPN pada masyarakat bukan tidak terjadi, tapi hanya Kanwil-kanwil yang personal berani dan jujur tertentu saja yang melakukan reforma agraria dengan berpihak pada rakyat.

Untuk itu pada hari agraria nasional 24 September 2008 ini kami BITRA Indonesia dan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA Sumut) mendesak agar dilakukan:

1. Reforma agraria sejati
Sebaiknya reforma agraria di daerah disiapkan bersama antara pemerintah daerah dengan rakyatnya --khususnya kalangan petani dan masyarakat di pedesaan yang akan menerima manfaat reforma agraria. Untuk menyambut dan mengawal PPAN, maka berbagai langkah yang harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah, organisasi rakyat dan para pendukung gerakan pembaruan agraria, adalah: Pertama, melakukan pendataan objek dan subjek secara lengkap dan akurat. Hal ini diperlukan untuk memastikan objek (tanah) dan subyek (orang) reforma agraria agar dapat diketahui secara tepat. Jenis, luas dan posisi objeknya harus dapat di tentukan dengan pasti. Kategori, identitas dan jumlah subyek penerima manfaat pun mesti diketahui. Pendataan ini, termasuk di dalamnya mengenai objek dan subjek konflik agraria. Kedua, mengambil peran aktif dalam pengembangan model-model pembaruan agraria. Para pelaku dan pendukung gerakan pembaruan agraria mesti terlibar aktif dalam pengembangan model-model pembaruan agraria. Pengembangan model pembaruan agraria (khususnya landreform) akan menentukan jalan yang tepat bagi perombakkan struktur penguasaan, pemilikan dan pengunaan tanah di masa depan. Pilihan-pilihan model pembaruan agraria akan sangat tergantung pada pengawalan dan kordinasi sinergis antara pemerintah, organisasi rakyat dan para pendukungnya. Ketiga, memperkuat dan mengkonsolidasikan organisasi rakyat. Serikat-serikat maupun kelompok-kelompok tani, nelayan, masyarakat adat, buruh dan kaum miskin kota mesti diperkuat dan dikonsolidasikan untuk mengawal program pembaruan agraria nasional. Melalui organisasi rakyat yang kuat (kesadaran, militansi, tertib organisasi, solidaritas, dan kepemimpinan yang bertanggung jawab) inilah, rakyat akan mempunyai posisi tawar yang kuat untuk menghadapi hal-hal yang merugikan mereka. Melalui konsolidasi dan penguatan organisasi rakyat pula, maka rakyat dapat berperan serta secara aktif dalam program pembaruan agraria nasional. Keempat, mendorong dialog agraria secara intensif. Diperlukan dialog intensif di berbagai level (nasional, daerah sampai kampung), yang membicarakan mengenai wacana, agenda dan program pembaruan agraria yang hendak dijalankan oleh pemerintah bersama rakyat. Hendaknya diskusi-diskusi ini melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap agenda pembaruan agraria agar ditemukan kesepahaman dan kesepakatan atas bentuk kongkrit dari pelaksanaan pembaruan agraria di lapangan. Kelima, membuat kebijakan nasional/daerah yang khusus untuk reforma agraria. Agar di lapangan reforma agraria dapat dilaksanakan dalam kerangka kebijakan yang jelas, maka diperlukan penetapan kebijakan nasional/daerah yang khusus untuk reforma agraria. Secara yuridis, di tingkat nasional reforma agraria idealnya diatur oleh UU khusus untuk reforma agraria, dengan tetap mengacu kepada UUPA 1960. Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sangat baik jika ada Peraturan Daerah khusus untuk reforma agraria. Selain perlunya alas yuridis, agenda ini juga harus mendapat sokongan politik penuh dari pemerintah dan parlemen pusat/daerah. Keenam, memasukan anggaran reforma agraria ke dalam APBN/APBD. Salah satu bentuk sokongan politik pemerintah dan parlemen adalah dimasukannya anggaran untuk pelaksanaan reforma agraria ke dalam APBN/APBD. Adanya pembiayaan yang memadai akan menentukan efektifnya pelaksanaan reforma agraria di lapangan. Karena reforma agraria agenda resmi Negara (pemerintah dan rakyat) maka sewajarnya jika seluruh pembiayaannya dialokasikan dari kantongnya Negara, baik di pusat maupun di daerah.

Banyak negara yang telah melakukan reforma agrarian sebagai tonggak utama pembangunan nasionalnya, misalnya Venezueela, Bolivia, Paraguay, Dll

2. Tingkatkan kualitas lembaga pertanahan negara

Perpres No. 10 Tahun 2006 (selanjutnya Perpres 10) menggariskan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden (Pasal 1). Garis ini mengakhiri posisi dilematik BPN yang pernah berwujud Kementerian Agraria, lalu di bawah Departemen Dalam Negeri, bahkan nyaris dibubarkan. BPN kini langsung di bawah Presiden

Banyak kalangan menilai bahwa BPN kini tidak punya gigi, menjadi kekhawatiran bahwa hal ini adalah suatu hal yang dikondisikan atau boleh dikatakan by desain agar sumber daya agraria dapat dikuasai dan dikelola oleh segelintir orang atau kelompok kecil yang punya kekuasaan dan uang untuk meperbanyak uangnya.

Oleh karna itu, kembalikan atau tingkatkan kelembagaan BPN kepada Kementrian Agraria Nasional. Lebih baik lagi jika dapat ditingkatkan pada tingkat Menko, karena persialan agraria sangat terkait dengan kementrian yang lain, misaklnya Kementrian BUMN, Kehutanan, Pertanian, Perkebunan Dll. Selama ini dianggap ada masalah, ganjalan dan resistensi untuk melakukan reforma agraria bahwa BPN tidak punya daya dan wewenang koordinasi.

Iswan Kaputra
Ketua Forum Masyarakat Asal Labuhan Batu (FORMAL) di Medan.
Peneliti pada BITRA Indonesia.



Selanjutnya ...